Kamis, 23 Oktober 2008

Lagi! Divestasi Di Grassberg











JUBI - Kementrian Keuangan Norwegia melalui siaran persnya (No 43 Tahun 2008) yang dikeluarkan pada tanggal 9 September 2008 telah memutuskan untuk menghentikan kerjasama dengan Rio Tinto Company dalam penggunaan Dana Pensiun Pemerintah Norwegia.

Rio Tinto Company dianggap telah berkontribusi sangat besar dalam kerusakan lingkungan. Selain itu, perusahaan ini juga dianggap tidak menunjukkan indikasi untuk merubah dampak yang ditimbulkan dari praktek-praktek perusahaan tersebut atau langkah-langkah yang akan diambil untuk mengurangi kerusakan lingkungan dan kehidupan masyarakat setempat secara signifikan.
Dikeluarkannya perusahaan Rio Tinto dari kerjasama penggunaan dana pensiun pemerintah Norwegia (Divestasi) ini menunjukkan niat baik pemerintah Norwegia untuk tidak menerima resiko-resiko yang berkontribusi secara nyata terhadap tindakan-tindakan yang tidak etis. Dewan Etika Kementrian Keuangan Norwegia telah menyimpulkan bahwa Rio Tinto secara langsung terlibat melalui partisipasinya di tambang Grassberg di Indonesia, ikut mengakibatkan kerusakan lingkungan yang sangat hebat yang disebabkan oleh aktivitas pertambangan. Dana Pensiun Pemerintah Norwegia tidak bisa diberikan kepada perusahaan seperti itu, tegas Kristin Halvorsen, Menteri Keuangan Norwegia.
Rekomendasi dari Dewan Etika Pemerintah Norwegia ini merupakan bagian penting yang didasarkan pada rekomendasi dewan sebelumnya yang berkaitan dengan Freeport dan assessment yang dilakukan dewan terhadap dampak lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas pertambangan. Rio Tinto dianggap berkontribusi secara material terhadap operasi Freeport di Grasberg. Pertambangan di Grasberg melepaskan tailing dengan jumlah yang sangat besar secara langsung ke sungai-sungai yang mencapai 230.000 ton atau lebih setiap harinya. Walaupun jumlah ini masih dalam batas toleransi Amdal pemerintah Indonesia (200.000 – 250.000 Ton) namun kerusakan lingkungan yang diakibatkan sangat besar, terutama bagi sungai-sungai di Mimika. Jumlah tailing yang dilepaskan ini diperkirakan akan terus meningkat seiring expansi yang dilakukan pertambangan. Lebih dari itu, resiko tinggi lainnya juga ditimbulkan oleh pengaliran “acid rock” melalui saluran pembuangan perusahaan dan pembuangan tailing yang bisa menyebabkan air terkontaminasi.
Dalam rekomendasi yang dikeluarkan oleh Dewan Etika Pemerintah Norwegia, tanggal 15 Februari 2008 disebutkan bahwa investasi dana pensiun Norwegia di Rio Tinto Company telah ikut menyebabkan kerusakan lingkungan di sekitar Grassberg. Dewan Etika menegaskan bahwa kerusakan yang terjadi sangat signifikan dan berdampak permanen atau jangka panjang. Kerusakan yang terjadi juga akan memberikan konsekuensi negative terhadap kehidupan dan kesehatan masyarakat setempat. Selain itu, kerusakan yang diakibatkan oleh produksi tambang di Grassberg merupakan pelanggaran terhadap peraturan nasional dan standard internasional. Dengan demikian, perusahaan bersangkutan telah mengabaikan keharusan mencegah kerusakan lingkungan serta gagal melaksanakan langkah-langkah untuk memperbaiki kerusakan yang diakibatkan. Dewan ini pada akhirnya berkesimpulan bahwa sangat mungkin praktek ini terus berlanjut.1
Rio Tinto Grup adalah perusahaan tambang internasional yang merupakan partner Freeport McMoran Copper & Gold Inc di tambang Grasberg. Tahun 1995, Rio Tinto bersama Freeport menandatangai MoU untuk melakukan ekspansi di Grassberg. Dalam MoU tersebut disebutkan bahwa Rio Tinto akan mendanai expansi pertambangan dan proyek eksplorasi selanjutnya. Melalui proyek-proyek ini, Rio Tinto akan menerima 40 persen dari pendapatan saat produksi ditingkatkan dari 80.000 ton sehari menjadi 118.000 ton sehari. Rio Tinto membayar hingga US$ 184 juta untuk expansi ini dari total US$ 500 juta yang diinvestasikan di Freeport.
Bagi pemerintah Norwegia, divestasi Rio Tinto Company ini merupakan bagian penting dari sosial/socially responsible investment (SRI) Norwegia. SRI ini mencakup pemeriksaan ‘extra-financial consideration’ (pertimbangan selain dari pertimbangan ekonomi) dari investasi seperti dampak dari operasi perusahaan terhadap lingkungan dan hak-hak pekerja. Keputusan dari Dewan Etika dana investasi Norwegia telah melahirkan preseden yang nyata bagi para pengambil keputusan dalam SRI, dan telah didibahas dalam konteks dana pensiun di Kanada, Perancis dan Selandia Baru.
J.D. Harden dari Kongres Buruh Kanada menulis bahwa Dewan Pengurus Investasi Dana Pensiun Kanada (Canadian Pension Plan Investment) harus mempertimbangkan keputusan yang diambil Norwegia untuk menarik investasi dari Freeport sebagai cermin terhadap investasi pertambangan Kanada sendiri, sebab “Kanada juga merupakan tempat dimana perusahaan-perusahaan pertambangan mengerahkan modal untuk operasi mereka dalam yurisdiksi internasional, banyak yang memiliki catatan buruk atas pemenuhan hak-hak pekerja dan kerusakan lingkungan.2

Divestasi di Grassberg
Freeport sendiri telah dikeluarkan dari investasi dana pensiun (Divestasi) ini diseluruh dunia sejak tahun 2006 atas rekomendasi dewan etika Pemerintah Norwegia. Pemerintah Norwegia beranggapan bahwa meneruskan investasi di perusahaan ini sama saja dengan berkontribusi terhadap kerusakan lingkungan. Divestasi yang dilakukan Freeport McMoRan diumumkan di Oslo oleh Menteri Keuangan Norwegia Kristin Halvorsen pada tanggal 6 Juni 2006, yang menyatakan keputusan menteri untuk menjual saham dan obligasi senilai 116 juta NOK didasarkan atas hasil penyelidikan Dewan Etika dana pensiun.
Saat itu, menteri keuangan Norwegia menjelaskan, “Freeport menggunakan sistem pembuangan ke sungai alam untuk membuang hampir 230.000 ton tailing setiap harinya, yang berarti telah membuang sejumlah besar sedimen dan logam berat ke sungai.” Selanjutnya Ia menyatakan bahwa Dewan Etika menemukan bahwa “Pembuangan tailing ke sungai telah mengakibatkan kerusakan serius pada sistem sungai serta bagian-bagian sekitar sungai di hutan hujan dan dipercaya berakibat negatif bagi masyarakat adat yang bertempat tinggal di daerah itu.3
Pihak Indonesia sendiri, melalui Kementrian ESDM pada bulan Agustus tahun lalu telah meminta PT. Freeport untuk menurunkan produksi di Grassberg untuk memperbaiki kondisi lingkungan di sekitar tambang tersebut. Seperti dikatakan Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro, penurunan produksi tersebut merupakan rekomendasi hasil audit yang dilakukan pemerintah terhadap aktivitas tambang Freeport.4
“Kami minta produksi Freeport diturunkan dari 300.000 ton bijih per hari menjadi 200.000-250.000 ton per hari,” kata Purnomo saat itu. Purnomo menyebutkan bahwa jika Freeport tetap berproduksi dalam jumlah cukup besar seperti sekarang ini, maka dampak terhadap lingkungannya juga akan kian negatif. Purnomo juga menegaskan hasil audit yang dilakukan merekomendasikan agar pabrik pengolahan (smelter) hasil tambang Freeport di PT Smelting Company di Gresik ditingkatkan kapasitas produksinya sebesar 10%. Menurut Purnomo, pihak smelter di Gresik menyatakan mampu meningkatkan kapasitas produksinya hingga 10%.
Menyangkut divestasi 9,36% saham Freeport, Purnomo menjelaskan, saat ini masih dalam proses penawaran ke Pemerintah Daerah Papua. “Belum ada jawaban (dari Pemda Papua),” katanya saat itu.
Saat ini, komposisi pemegang saham Freeport adalah 9,36% dimiliki pemerintah dan 90,64% dikuasai Freeport McMoran Copper & Gold Inc. Pada 2006, volume produksi bijih mineral Freeport naik menjadi 230.000 ton per hari dari tahun 2005 yang 215.000 ton per hari. Dari produksi bijih itu hanya tiga persen yang berupa konsentrat, sedang 97% lainnya limbah (tailing). Dalam bijih tersebut terkandung satu persen tembaga, satu gram/ton emas dan 2-3 gram/ton perak. Sementara, kandungan konsentratnya adalah 30% tembaga, 30 gram/ton emas dan 60-90 gram/ton perak.
Produksi konsentrat Freeport itu sebanyak 29% diolah Smelting Company dan sisanya diekspor ke sejumlah negara. Adapun setoran pajak, royalti, dividen, dan iuran Freeport tahun 2005 ke negara tercatat mencapai US$1,2 miliar atau senilai Rp11 triliun. Sedangkan antara 1992-2004 yang sama dibayarkan Freeport ke negara mencapai US$3,9 miliar atau senilai Rp12,5 triliun.
Freeport memperoleh konsesi pertambangan sejak 1967 dan 1991 telah diperpanjang untuk 30 tahun ke depan. Perusahaan itu masih memiliki opsi perpanjangan dua kali 10 tahun. Apabila perpanjangan itu didapat seluruhnya, maka konsesi pertambangan Freeport baru berakhir 2041
Sementara menyangkut audit lingkungan, Menteri ESDM menjelaskan, ada dua lokasi yang tidak memenuhi standar lingkungan yang baik berdasarkan hasil audit itu. Laboratorium IPB saat itu diminta untuk melakukan studi yang hasilnya akan digunakan untuk memperbaiki dua lingkungan tersebut. Audit Freeport terdiri dari lima hal, yaitu produksi, pengembangan masyarakat (community development/CD), pendapatan, lingkungan, dan keamanan.5
Dari hasil penilaian kinerja Pengelolaan Lingkungan PT. Freeport Indonesia yang dilakukan oleh Kementrian Lingkungan Hidup Indonesia tahun 2005-2006 juga menyebutkan bahwa produksi tailing perusahaan ini di Outlet ModADA Pandan Lima dan Kelapa Lima tidak memenuhi standard untuk parameter TSS serta belum memiliki izin pembuangan limbah. Namun perusahaan ini juga telah memanfaatkan tailing untuk badan jalan dan jembatan. Begitu juga dengan pengolahan limbah B3 yang berasal dari pengolahan bijih, workshop, laboratorium, rumah sakit dan bahan kimia kadaluarsa telah memenuhi peraturan pemerintah tentang pengolahan limbah B3.6
Hasil penilaian kinerja ini juga menyebutkan bahwa hasil pemantauan di PLTU Puncak Jaya Power yang merupakan pemasok utama energi untuk PT. FI menunjukkan bahwa emisi yang dilepaskan tidak memenuhi standard untuk parameter SO2. Fly Ash dan Bottom Ash dibuang langsung ke lingkungan (Open Dumping) sehingga melanggar peraturan pemerintah. Sedangkan pemantauan pengendalian terhadap pencemaran udara yang dilakukan di 6 titik (3 cerobong di Dewatering Plant, Incenerator Limbah Medis, Lime Plant, Gold Fire Assay) menunjukkan bahwa seluruh emisi yang dilepaskan telah memenuhi standard sesuai Kepmen 13/1995 dan Kepdal 03/1995.
Berdasarkan penilaian kinerja ini KLH bersama dengan pemerintah Provinsi Papua dan Kabupaten Mimika sedang melakukan langkah koordinasi untuk menetapkan titik penaatan dalam rangka pengawasan yang lebih ketat dalam pengolaan air asam tambang. Disebutkan dalam penilaian kinerja ini, pengelolaanair asamtambang belum memenuhi ketentuan KepMenNo. 202/2004, yakni Titik penaatan belum ditetapkan dan belum memiliki ijin pembuangan air limbah
PT. FI juga harus meminimalkan jumlah tailing yang masuk ke estuari dengan menerapkan teknologi yang memungkinkan pengendapan tailing yang lebih efisien di ModADA serta melengkapi izin penempatan tailing. Selain itu, PT. FI harus melakukan upaya agar tailing yang keluar dari ModADA ke estuari hanya melalui titik penaatan. PT. FI juga diminta agar segera memanfaatkan tailing semaksimal mungkin antara lain untuk bahan-bahan konstruksi. (Victor Mambor)

(Footnotes)
1 Council on Ethics, The Government Pension Fund
– Global. Recommendation of 15 Februari 2008 to The Ministry of Finance
2
“P&I/Watson Wyatt World’s 300 Largest Retirement Plans”, Pensions and Investments (26 Desember, 2005) dalam J.D. Harden, The Art Of The Possible: Socially Responsible Investment And State Pension Plans, Department of Social and Economic Policy, Canadian Labour Congress (Juni 2006).
3
Menteri Keuangan, Norwegia, Two companies - Wal-Mart and Freeport - are being excluded from the Norwegian Government Pension Fund - Global’s investment universe, Konferensi Pers, 6 Jun 2006
4 Antara. 10 Agustus 2007.
Pemerintah Minta Freeport Turunkan Produksi
5 Penilaian Kinerja Pengelolaan Lingkungan PT. Freeport Indonesia 2005-2006. KLH

Last Updated ( Wednesday, 24 September 2008 )

Tambelo, Cacing Bergizi Favorit Suku Kamoro


Tambelo, sejenis cacing yang hidup di kayu bakau yang kering
merupakan salah satu sumber protein favorit masyarakat suku Kamoro,
Papua. Tambelo juga dipercaya dapat menyembuhkan berbagai penyakit
seperti malaria, batuk, bahkan sakit pinggang.

___________________________________________________________

Provinsi Papua, terutama bagian selatan, banyak ditumbuhi pohon bakau
(mangrove). Kondisi inilah yang membuat kawasan tersebut banyak
menyimpan kekayaan ikan maupun berbagai jenis flora dan fauna. Salah
satu kekayaan fauna yang menjadi favorit masyarakat Suku Kamoro di
Kabupaten Mimika adalah tambelo.

Masyarakat Suku Kamoro biasanya menebang batang kayu bakau dan
merendamnya selama tiga bulan di dalam air rawa. Setelah tiga bulan,
barulah mereka memanen atau mengambil tambelo yang hidup di sana.
Terkadang kayu bakau kering yang tumbang juga menjadi tempat hidup ulat
atau cacing tambelo ini.

Tambelo, menurut pemahaman masyarakat Suku Kamoro, adalah ulat yang
mirip cacing dan hidup pada kayu bakau yang sudah kering. Tambelo juga
hidup pada tempat yang berlumpur di lingkungan pohon bakau. Bentuk
tubuhnya panjang menyerupai cacing, berwarna putih. Digolongkan dalam
phylum Mollusca.

Tambelo biasanya langsung dilahap atau dimakan mentah-mentah setelah
diambil dari batang kayu bakau. Rasanya asin, tetapi mengandung gizi
yang sangat tinggi. Bagi orang yang baru pertama kali memakan tambelo
pasti merasa sangat jijik, tetapi lama kelamaan akan merasa enak dan
menyukainya.

Tambelo biasanya dimakan tanpa dimasak karena tubuhnya sangat lunak dan
mengandung air. Sebaiknya memakan tambelo yang tidak terlalu panjang
atau gemuk sekali, bila tidak maka kelezatannya akan hilang.

Bagi orang Kamoro, tambelo (bactronophorus thoracites dan bankia
orcutti) adalah sumber protein. Kedua jenis tambelo ini biasa
dihidangkan sebagai sajian pembuka pada pesta-pesta adat Karapao, Suku
Kamoro. Selain sebagai sajian pembuka, masyarakat Suku Kamoro juga
meyakini, tambelo bisa menyembuhkan penyakit malaria, batuk, sakit
pinggang, flu, dan meningkatkan nafsu makan.

Sedangkan bagi kaum ibu yang sedang menyusui, tambelo dapat
memperlancar air susu ibu (ASI). Bagi kaum lelaki, tambelo juga sering
digunakan sebagai obat untuk meningkatkan stamina kejantanan.

Keistimewaan lain dari tambelo adalah bisa mengobati orang tua yang
menderita sakit pada tulang belakang. Ini disebabkan karena tambelo
mengandung senyawa protein, senyawa kapur, dan fosfor yang mempengaruhi
proses perombakan serta pembentukan matrik tulang.


Mengapa Tongoi Papua Hadir di PT Freeport




“Karyawan merupakan asset perusahaan yang,”harus dijaga dan dihargai.”

Karyawan asal Papua yang tadinya disebut Ring Papua dan Tongoi Papuanes kini bergabung menjadi Tongoi Papua. Lalu mengapa Tongoi harus hadir di tengah sebuah perusahaan tambang raksasa di Indonesia? Apakah karena masih terjadi diskriminasi dalam rekruitmen bagi penjenjangan karier dan staf yang tidak transparan atau memang ada tekanan atau pun masih sering terjadi intimidasi dan juga intervensi dari pihak lain.

Kalau pun tidak ada pernyataan resmi dari pihak tetapi saudara Pigome Ketua Tongoi Papua dan juga mewakili kaum buruh asli Papua. Pigome melaporkan kepada Hina Jilani wakil khusus PBB saat berkunjung ke Papua adalah :

  1. Intimidasi yang dilakukan oleh karyawan PT FI kepada karyawan asli Papua tetapi pihak karyawan yang intimidasi itu sebenarnya merupakan aparat militter atau TNI. Intimidasi bisa saja terjadi ketika kita menyampaikan aspirasi atau pun pendapat sampai sekarang masih terus terjadi.
  2. Sampai detik ini karyawan asal Papua yang menduduki posisi tertinggi adalah August Kafiar. Tetapi Kafiar sesungguhnya karyawan yang diorbitkan dari level bawah tetapi
  3. Ada perisitiwa terjadinya pembunuhan terhadap karyawan Papua saat bekerja. Peristiwa ini terdapat data-data yang dimiliki oleh Tongoi Papua..
  4. PT Freeport tidak memberikan kesempatan bagi pengembangan karyawan asli Papua. Dan ini merupakan pelanggaran administrasi. Meski pun PT Freeport selalu mengatakan bahwa melakukan pengembangan sdm Papua.
  5. Aksi damai tentang pengembangan karyawan Papua dan Papua Departmen Affair. 18-21 April 2007 Tongoi Papua lakukan aksi demo damai. Pengembangan karyawan Papua dan kebijakan bagi karyawan asli Papua.

Selain itu dalam diskusi di Jayapura beberapa waktu lalu dinilai bahwa selama beberapa tahun PT FI beroperasi baru satu orang yang menduduki jabatan tertinggi yaitu, Drs August Kafiar, Namun beliau bukan berkarier dari PT Freeport tetapi mantan Rektor dan dosen di Universitas Cenderawasih.

Meski ada pendapat tentang Agus Kafiar tetapi masuknya karyawan rekruitmen dari luar seperti profesi wartawan dan dosen bagi PT FI sebenarnya memberikan nilai tambah bagi kemajuan perusahaan itu sendiri, Pasalnya mereka mampu melihat dengan kaca mata dan cara pandang tersendiri yang selanjutnya bisa memberikan masukan seobyektif mungkin bagi kemajuan perusahaan

Sebagai gambaran kita bisa secara jelas melihat isu-isu penting yang dibahas pada Mubes Tongoi Papua beberapa waktu lalu di Timika adalah :

  1. Rekruitmen karyawan asal Papua. Dan Penerimaan karyawan asal Papua menjadi prioritas dengan segala kemudahaanya.

  1. Pengembangan sumber daya manusia adalah isu hangat yang sedang menggejala di semua areal kerja perusahaan. Terobosan baru yang dilakukan Tongoi Papua bahwa setiap karyawan Papua yang bekerja wajib mengikuti pendidikan mau pun pelatihan dalam berbagai jenjang. Pihak pengurus berusaha agar perusahaan perusahaan membuka kesempatan seluas-luasnya kepada karyawan Papua untuk mengikuti kegiatan pendidikan yang diprogramkan intern perusahaan mau pun kegiatan di luar areal perusahaan.

  1. Promosi yang dinilai masih cukup jauh dari harapan. Ada terdapat banyak keterbatasan yang mestinya dibenahi. Pembenahan ini sangat perlu agar ada kesetaraan dalam promosi jabatan, karyawan harus memenuhi beberapa persyaratan. Diharapkan melalui wadah Tongoi Papua bisa melahirkan program yang diangkat sekarang ini dapat terwujud.

  1. Kesejahteraan yang menyangkut dengan gaji (salary), tunjangan, bonus, biaya pengobatan (kesehatan), perumahan, penghargaan-penghargaan lainnya.

  1. Karyawan-karyawan Papua harus mendapat konpensasi yang tidak sama dengan karyawan dari luar. Jika perusahaan ingin agar standar karyawan dengan kemampuan di atas rata-rata menguasai pengetahuan dan menejemen perusahaan, tugas menejemen membuka kesempatan kepada karyawan Papua untuk mengikuti pendidikan dari berbagai jenjang termasuk pendidikan khusus atau pelatihan-pelatihan yang diberikan perusahaan. Karena itu pihak menejemen PT Freeport selain memberikan kompensasi, juga pertimbangan lain yakni kemudahan-kemudahan bagi karyawan Papua.Harus ada standarisasi dan kemudahaan bagi karyawan Papua.. Kemudahan berarti sebelum mereka masuk sebagai karyawan tetap dalam suatu perusahaan terlebih dahulu dididik secara khusus untuk mengasah kemampuan, ketrampilan mereka seperti selama ini dilakukan oleh Yayasan Nemangkawi.

  1. Untuk memperbaiki kinerja perusahaan tidak lain yang harus dilakukan karyawan Papua diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mengembangkan kariernya. Selain bekerja sebagai karyawan mereka mempunyai hak yang sama seperti karyawan lainnya. Tuntutan karyawan ini pula dengan harapan agar PT FI di masa mendatang menjadi perusahaan yang menerapkan menejemen transparan dengan tujuan menghindari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).

  1. PT Freeport sebagai perusahaan raksasa yang memberikan sumbangsih terbesar terhadap negara dan juga kepada masyarakat Papua. Untuk itu karyawan Papua perlu diperhatikan dan diberdayakan sama seperti karyawan lainnya. Tanpa tanah Papua, tanpa orang Papua PT FI tidak akan beroperasi di sini. Untuk kepentingan itu maka karyawan Papua perlu menunggu kesempatan yang seluas-luas agar mampu mengembangkan diri dalam segala hal. Apalagi sebagai perusahaan terbesar yang telah menyumbang pajak bagi negara tentu harus memriotaskan dan memperhatikan rakyat Papua, Kesempatan seluas-luasnya agar karyawan dapat mengembangkan diri dan karier mereka demi mencapai kesejahteraan. Kesejahteraan bukan semata mata karena gaji, tunjangan atau bonus tetapi pendidikan dan promosi jabatan merupakan bagian dari pencapaian karier yang dinginkan oleh masing-masing karyawan.

  1. Usulan untuk membentuk Departemen Papua Affair. Sebuah departemen yang khusus menangani karyawan asal Papua. Apakah departemen ini dibutuhkan sekarang atau perlu dikomunikasikan secara baik dengan pihak menejemen. Pembentukan Departemen Papua Affair diperlukan kebijakan kebijakan dari pihak menejemen sehingga tidak menimbulkan masalah dikemudian hari.

Meski pun demikian beberapa isu penting yang dibahas di atas sebenarnya sesuai dengan pengembangan pendidikan dan karier di Papua. Kehadiran Tongoi Papua bisa memberikan jalan keluar bagi karyawan Papua tetapi di sini lain mencerminkan seolah-olah karyawan Papua tidak mampu sehingga perlu mendapat bantuan dan pertolongan serta kemudahan. Bahkan ada beberapa putra Papua yang merasa mampu bersaing dengan karyawan dari luar Papua.

Jadi secara sepintas perusahaan PT Freeport memiliki komitmen untuk meningkatkan karyawan asal Papua yang menduduki manejemen dan professional sebesar dua kali lipat. Kedua sasaran itu tengah dicapai dan lebih lanjut perusahaan berkomitmen untuk mencapai kemajuan dalam menyediakan peluang pekerjaan dan menejemen bagi warga asal Papua.

Pada akhir 2005 PT FI dan perusahaan kontraktor langsung memperkerjakan hampir 2400 karyawan asal Papua. Dibandingkan 600 karyawan pada tahun 1996, termasuk 250 karyawan staf menejemen, dan kurang 50 pada tahun 1996. Seribu lagi karyawan asal Papua dipekerjakan oleh perusahaan perusahaan privatisasi yang menyediakan jasa bagi PT FI.

Selanjutnya dalam rangka pengembangan SDM warga asal Papua pada 2003 PT FI telah mendirikan Institut Pertambangan Nemangkawi(Nemangkawi Mining Institut). Sasaran dari IPN adakah menyediakan peluang program pra magang, magang serta pengembangan lanjut bagi ratusan warga Papua setiap tahun(Vice Presiden Industrial Relation PT Freeport Yohanes Hersubeno)

Akhir tahun 2005 lebih dari 1000 warga Papua terdaftar program para magang dan magang yang ditawarkan Institut Nemangkawi. Siswa-siswa tersebut diberi pelatihan di tempat kerja mau pun di luar tempat kerja pada bidang bidang pengelasan peralatan, mekanik alat berat, pengoperasian peralatan, pekerjaan listrik dan instrumentasi, pekerjaan juru tulis dan administrasi serta berbagai kejuruan lainnya.

Jika menengok kebelakang dulunya ada inisiatif dari karyawan membentuk sebuah wadah yang dusebut forum NAC yang menyuarakan aspirasi karyawan Indonesia dari Sabang Merauke. Kemudian muncul lagi Ring Papua, yang berupaya mengangkat harkat dan hak-hak karyawan Papua namun banyak kendala yang dihadapi. Ketika Ring Papua tak berdaya muncul pula Tongoi of Papua (TOP) sampai akhirnya ada kesepakatan penggabungan dua wadah ini menjadi Tongoi.

Memang sepak terjang Tongoi Papua mendapat dukungan saat demo April 2007 lalu di Timika baik karyawan Papua mau pun non Papua. Pengalaman ini membuat ke depan PT Freeport tidak perlu melakukan kebijakan bagi karyawan setelah mendapat demo atau pun dalam bentuk aksi-aksi lainnya.

Apalagi kalau karyawan Papua semakin hari terus meningkat kualitasnya dan mampu menempati posisi penting maka dengan sendiri Tongoi Papua akan berkurang fungsinya, Sebagai individu mau pun professional dalam bidang masing-masing sudah tentu organisasi yang bersifat local akan sirna dengan sendirinya.

Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dan Kapitalisme

Tony Djogo - 15 Sep 2008

Cikal bakal dan perdebatan tentang tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility-CSR) berakar dari sebuah tulisan oleh Milton Friedman, seorang pemenang hadiah nobel ekonomi, pada 1970 dalam sebuah artikel yang ditulis dalam The New York Times dengan judul “The Social Responsibility of Business is to Increase its Profits”.

Menurut Friedman ada satu dan hanya satu tanggung jawab sosial bisnis yaitu menggunakan sumber daya dan terlibat dalam kegiatan yang dirancang untuk meningkatkan laba selama berada dalam jalur hukum yang benar, terlibat dalam persaingan bebas dan terbuka tanpa melakukan kecurangan. Dengan cara ini bisnis atau perusahaan sudah memperlihatkan tanggung jawabnya.

“Tidak masuk akal sebuah perusahaan harus memperlihatkan tanggung jawabnya secara sosial. Itu urusan individu bukan lembaga bisnis,” kata Friedman. Sebuah korporasi (perusahaan) adalah peorangan yang artificial (artificial person) dan dalam hal ini dapat mempunyai sebuah tanggung jawab yang artifisial, tetapi sebuah usaha (business) secara keseluruhan tidak dapat dikatakan memiliki tanggung jawab.

Argumetasi Friedman lainnya, tanggung jawab sosial adalah pandangan sosialis yang menekankan hal itu sebagai mekanisme politik bukan sebuah mekanisme pasar, sebagai cara untuk menentukan alokasi sumber daya yang langka untuk berbagai pilihan penggunaan. Dalam bukunya Capitalisme and Freedom, Milton menyebutkannya sebagai “fundamentally subversive doctrine” dalam sebuah masyarakat bebas.

Ada juga pandangan yang hampir setara dengan pandangan Friedman seperti yang dikemukakan oleh Betsy Atkins, CEO Baja Ventures. Dalam komentarnya berjudul Is Corporate Social Responsibility Responsible?

Dia menentang pandangan-pandangan tentang tanggung jawab sosial perusahaan sebagai sebuah upaya politik yang mengaburkan hal-hal penting dalam bisnis. Memang benar bahwa sebuah perusahaan harus “bertanggung jawab” dengan menghasilkan produk yang berkualitas dan memasarkannya dengan cara yang etis, taat pada peraturan perundangan dan mempertanggung jawabkan keuangannya kepada pemegang saham dengan jujur dan terbuka.

Namun bahwa sebuah perusahaan harus menggunakan asetnya untuk tujuan sosial bukan kepada pemilik saham adalah tidak bertanggung jawab. Sasaran dan tujuan perusahaan adalah untuk melakukan tindakan atau kegiatan atas nama pemiliknya. Bahwa pemilik perusahaan kemudian akan mendermakan keuntungannya atau asetnya untuk kegiatan karitatif, itu urusan lain dan bisa saja dilakukan. Namun para manajer dan pelaksana dapat dinilai tidak bertanggung jawab jika aset dan barang-barang perusahaan digunakan untuk tujuan sosial.

Menurut Atkins, apa yang dimaksud dengan tanggung jawab sosial sebenarnya adalah: transparan dalam laporan keuangan, menghasilkan produk yang berkualitas, jangan membohongi publik dan memalsukan produk, terbuka akan informasi tentang manfaat dan bahaya sebuah produk, jangan menggunakan praktik predator seperti mempekerjakan buruh anak-anak, jangan mengotori atau merusak lingkungan dan tunduk pada hukum dan peraturan, hormat dan menghargai serta perlakukan kaum, buruh secara adil.

Pandangan Milton Friedman tentu saja mendapat tantangan dari berbagi pihak. John Mackey misalnya , the founder and CEO of Whole Foods, adalah salah seorang pebisnis yang tidak setuju dengan Friedman. Mackey yakin bahwa pandangan Friedman terlalu dangkal yang menggambarkan pandangan umum para pebisnis waktu itu. Dia berpendapat bahwa Friedman merendahkan dimensi kemanusiaan dari kapitalisme.

John Mackey sendiri adalah seorang pebisnis dan penganut pasar bebas yang liberal dan permisif, yang percaya bahwa sebuah korporasi harus berupaya menciptakan nilai-nilai bagi semua konstituennya. Memang seorang investor berpandangan bahwa bisnis adalah memaksimalkan keuntungan. Namun itu bukan tujuan para pemangku kepentingan lain seperti customer atau pelanggan, pekerja, pemasok dan masyarakat luas. Setiap pihak ini mempunyai tujuan bisnis yang berbeda-beda tergantung keinginan dan kebutuhannya dan hal itu syah saja.

Majalah Times edisi 11 Agustus 2008 memuat sebuah artikel menarik yang ditulis oleh Bill Gates, pendiri Microsoft. Gates menghimbau agar dikembangkan sebuah model kapitalisme yang kreatif. Judulnya cukup menantang : “How to Fix Capitalism”, bagaimana membenahi kapitalisme. Tulisan ini pasti mendatangkan tantangan apakah memang selama ini kapitalisme tidak kreatif?

Bill Gates mulai dengan pernyataan bahwa kapitalisme telah memperbaiki hidup milyaran orang di bumi ini – suatu hal yang biasanya mudah dilupakan pada saat terjadi ketidakpastian ekonomi. Namun masih ada milyaran orang lagi yang tidak diperbaiki hidupnya. Ada banya orang miskin yang perlu dibantu agar mereka bisa bebas dari kemiskinan dan penyakit menular.

Creative Capitalism

Pemerintah dan lembaga-lembaga nirlaba memang mempunyai peran strategis untuk membantu kaum miskin, namun akan memakan waktu yang sangat panjang jika mereka bekerja sendiri. Biasanya perusahaan yang memiliki keahlian inovasi teknologi untuk membantu kaum miskin. Untuk memperoleh manfaat yang lebih besar dari keahlian ini kita membutuhkan kapitalisme yang kreatif (creative capitalism): sebuah upaya untuk memperluas jangkauan kekuatan pasar sehingga lebih banyak perusahaan yang dapat memperoleh manfaat dari kegiatan-kegiatan yang membuat orang lain lebih baik hidupnya.

Beberapa perusahaan sebenarnya sudah melakukan hal ini. Misalnya perusahaan pembuat telepon seluler (HP) telah mengembangkan teknologi dengan harga yang semakin murah yang bisa menjangkau banyak kaum miskin. Saat ini perusahaan-perusahaan besar di AS seperti Gap, Hallmark atau pembuat komputer Dell mendermakan sebagian keuntungan perusahaan untuk memberantas penyakit AIDS.

Microsoft juga sudah masuk dalam lingkaran ini. Dalam satu setengah tahun terakhir Global Fund to fight AIDS, Malaria and Tuberculossis telah mengumpulkan lebih dari 100 juta dollar untuk membantu obat-obatan bagi 80,000 orang dan 1,6 juta orang diuji apakah mengidap AIDS atau tidak.

Bill Gates berpendapat bahwa di sinilah bekerjanya creative capitalism. Kapitalisme kreatif sama sekali bukan sebuah teori ekonomi baru dan bukan dikembangkan untuk menentang kapitalisme. Model ini dikembangkan untuk menjawab pertanyaan: bagaimana kita bisa menyebarluaskan manfaat kapitalisme kepada orang lain untuk memperbaiki hidup mereka?

Kapitalisme kreatif tidak bekerja untuk tujuan jangka pendek dalam sebuah siklus ekonomi, tetapi merupakan sebuah tanggapan terhadap kenyataan untuk dikerjakan dalam jangka panjang, bahwa terlalu banyak orang yang tidak dapat memperbaiki kualitas hidup mereka. Walaupun ada banyak yang sudah lebih baik hidupnya masih ada banyak yang sangat tertinggal.

Kurang lebih ada 1 milyar orang hidup dengan pendapatan di bawah 1 dollar (Rp 9.000) sehari. Kaum kapitalis sudah banyak membantu memperbaiki kualitas hidup misalnya dengan pengembangan vaksin dan microchip. Pemerintah dan kalangan nirlaba bisa bekerja di sini tetapi kapitalis telah menciptakan salah satu jalannya.

Menurut Bill Gates, pada dasarnya manusia mempunyai dua ciri utama: kepentingan diri sendiri dan bagaimana memperhatikan orang lain. Kapitalisme memanfaatkan sifat kepentingan pribadi tetapi biasanya hanya untuk mereka yang mampu membayar, sedangkan pemerintah dan lembaga nirlaba memperhatikan kepentingan mereka yang tidak mampu membayar.

Jika kapitalis dengan kekuatan inovasi teknologi dan keahlian yang mampu mengarahkan kekuatan pasar sehingga bisa bekerja sama dengan pemerintah dan lembaga nirlaba dalam kegiatan untuk kepentingan sesame, kita bisa menghasilkan sesuatu yang lebih besar manfaatnya.

Bill Gates memberi contoh bagaimana beberapa perusahaan sebenarnya menggunakan kekutan pasar dan uangnya untuk berbuat sesuatu bagi sesama. Misalnya teknologi telpon genggam HP telah membantu banyak petani Kenya sehingga dengan cepat mendapatkan informasi harga pasar terbaik untuk hasil pertanian mereka dalam waktu singkat. Dengan uang dan transfer elektronik, petani menikmati keuntungan karena menghemat waktu dan tenaga untuk tidak harus ke bank dan juga tentu saja lebih aman.

Di dalam majalah Times edisi yang sama, Barbara Kiviat menyampaikan ilustrasi menarik mengenai sejarah Creative Capitalism. Ternyata model ini sudah ada sejak tahun 1799, ketika Robert Owen, seorang pengusaha industri pemintal benang kapas di Skotlandia melembagakan sebuah reformasi sosial dengan menggalang dana untuk menolong pekerja yang sakit dan melarang mempekerjakan buruh yang berumur di bawah 10 tahun. Pengusaha kaya dan industrialis seperti John Cadburry, Andrew Carnegie, Henry Ford, Dave Packard, David Rockefeller dan sebagainya telah memperlakukan para buruh perusahaan mereka dengan tindakan-tindakan yang dapat disebut sebagai tangung jawab sosial.

Sebagaimana kita ketahui sepuluh tahun lalu Bill Gates dan isterinya Melinda mendirikan sebuah Lembaga Sosial Bill and Melinda Gates Foundation. Lembaga ini menyalurkan bantuan untuk kaum miskin dan para penderita penyakit di berbagai negara. Mereka bercita-cita untuk bekerja dengan cara yang berbeda dibandingkan dengan 30 tahun lalu ketika Bill Gates dan Paul Allen mendirikan Microsoft dengan cita-cita kiranya di setiap rumah ada satu komputer. Kini dengan yayasan yang didirikan Bill dan Melinda bercita-cita membantu agar mereka yang berpendapatan kurang dari dari satu dolar sehari atau mereka yang menderita karena penyakit dapat ditolong.

Dave Packard, perintis dan pendiri perusahaan komputer dan HP terkemuka di dunia, pada 1960 ketika memberikan sambutan pada pelatihan manajemen bagi staffnya mengatakan: “Banyak orang beranggapan dengan keliru, bahwa sebuah perusahaan bisa hidup hanya karena menghasilkan uang. Kita harus melihat lebih dalam bahwa alasan utama kehadiran kami adalah bahwa masyarakat bisa berdampingan dan bisa hidup seperti sebuah perusahaan sehingga mereka bisa mencapai sesuatu secara kolektif yang tidak bisa dicapai jika bekerja sendiri dan di sinilah bisa kita lihat bagaimana sumbangan perusahaan bagi masyarakat.”

Bill Gates pernah mempresentasikan gagasannya dalam sebuah pidato di Davos bulan January lalu. Tentu saja ada yang tidak sepaham dengan pandangan Bill Gates. Ada pandangan kaum kiri yang mengatakan bahwa sasaran dan tujuan sosial tidak boleh tergantung pada kedermawan sebuah korporasi. Pihak yang lain, para pendukung pasar bebas mengatakan bahwa kegagalan kapitalis mencapai sasarannya adalah karena terlalu banyak campur tangan pemerintah. Kaum konservatif mengatakan daripada mendukung perubahan perilaku perusahaan besar lebih baik kita menyebarluaskan pandangan pasar bebas di tempat di mana korupsi dan birokrasi merajalela yang menghambat kapitalisme.

Dalam sejarah perusahaannya, Bill Gates sendiri sebenrnya mengikuti filosofi Friedman. Namun setelah lama bekerja dan mendapat keuntungan yang sangat besar Gates akhirnya menyadari bahwa kini sudah saatnya dia baru punya waktu untuk membantu sesama manusia, bukan dari perusahan Microsoft tetapi melalui yayasan yang didirikan bersama isterinya dan keluarganya. Tentu saja banyak orang yang mendukung Bill Gates, apapun analisis dan pandangan kaum kiri dan konservatif tentang bagaimana sebaiknya korporasi bisa membantu membangun sesama umat manusia.

Sumber Bacaan:

Barbara Kivat. 2008. A Brief History of Crative Capitalism. Majalah Times 11 Agustus 2008, Vol 172 No. 5 2008.

Bill Gates. 2008. How to Fix Capitalism. Majalah Times 11 Agustus 2008, Vol 172 No. 5 2008.

The Economist. 17 Januari 2008. Ethical capitalism: How good should your business be?

Milton Friedman. 1970. The Social Responsibility of Business is to Increase its Profits! The New York Times Magazine, September 13, 1970. Copyright @ 1970 by The New York Times Company.

John Mackey and T.J. Rodgers. 2005. Rethinking the Social Responsibility of Business. A Reason debate featuring Milton Friedman.

Betsy Atkins. 2008. Is Corporate Social Responsibility Responsible? Commentary on Fobes Magazine.

Kamis, 18 September 2008

Benarkah PT Freeport Sapi Perahnya Orang Papua?

Pernyataan Gubernur Provinsi Papua Barnabas Suebu terhadap perusahaan tambang raksasa di tanah Papua patut disimak. Pasalnya saat meresmikan Pusat Pengetahuan Tentang Pembangunan dan Kampung dari Rakyat oleh Rakyat dan untuk Rakyat pada Jumat (5/9) lalu di Jayapura Gubernur Suebu menilai PT Freeport sebagai sapi perah yang memberikan susu bagi kesejahteraan rakyat Papua. Karena itu bagaimana memelihara agar sapi itu menghasilkan susu bagi semua warga Papua. Bukan sebaliknya membunuh sapi perah itu.

Markus Haluk Sekretaris Jenderal Asosiasi Mahasiswa Pegunungan Tengah Papua Indonesia (AMPTPI) menyatakan bahwa penilaian Suebu itu sangat berlebihan dan hingga hingga saat ini belum banyak yang menikmati susu Freeport, justru yang menikmati adalah pemerintah sendiri. Karena itu bagi Sekjen AMPTPI sebaiknya Freeport ditutup sebagaimana diungkapkan dalam Konggres pertama AMPTPI di Timika pada 2004 lalu.
Bahkan dalam press releasenya yang diterima Jubi di Jayapura belum lama ini secara blak blakan Markus Haluk menyatakan kontribusi yang harus diberikan sejak 1967 saat kontrak karya dilakukan bukan pada 1991 saat terjadi aksi perlawanan oleh masyarakat.
Oleh karena itu Markus Haluk menyampaikan keprihatinan dan sekaligus resolusi antara lain,
Sangat amat menyayangkan pernyataan Gubernur Provinsi Papua yang menyatakan PT Freeport sebagai sapi perah. Karena pengalaman yang dialami rakyat Papua PT Freeport tidak lain hanyalah kematian, baik ekosistem maupun manusianya.
Menghimbau kepada Universitas Cenderawsih dan Universitas Negeri Papua untuk berhenti melakukan kerja sama dengan PT Freeport yang pasca 16 Maret 2006 tampil seperti malaikat untuk menggemgam roh universitas sebagai lembaga yang independen, kritis, bebas, ilmiah dengan berpegang pada kebenaran ilmu untuk membela dan menyelamatkan rakyat dari cengkeraman kekuasaan.
PT Freeport mesti menghentikan berbagai tindakan kebiadaban dengan terus membunuh, membinasakan manusia dengan ekosistemnya.
Pemerintah Indonesia dan PT Freeport Mc Moran Copper and Gold segera menghentikan operasi dan segera melakukan dialog untuk menemukan solusi final.


Sebenarnya apa yang ditegaskan Markus Haluk bukanlah masalah baru bagi masyarakat Papua khususnya Suku Amungme di Bumi Amungsa. Pasalnya saat pelaksanaan ekspedisi pertama PT Freeport pada 1960, pihak perusahaan mau membayar upah untuk tukang pikul barang barang ekspedisi berupa manik manik dan cermin. Mereka mengira masyarakat Suku Amungme masih memerlukan benda benda itu sama seperti ekspedisi Colijn pada 1936/1937.
Masyarakat menolak dan menuntut dibayar dengan kapak,parang atau uang.” Kami sudah biasa memperoleh upah kapak, parang dan uang dari patroli pemerintah dan misi gereja,”tutur mereka sebagaimana dikutip Arnold Mampioper dalam bukunya berjudul Amungme Manusia Utama dari Nemangkawi Pegunungan Cartesz,2000.

Sejak 1967 hingga eksploitasi 1973 masyarakat suku Amungme dan Kamoro tak pernah terlibat untuk membahas investasi mau pun pelepasan areal konsesi. Sebagaimana dikatakan Markus Haluk kontrak karya 1967 antara pemilik modal PT Freeport dan Pemerintah Indonesia adalah illegal karena saat itu secara de yure Papua Barat (West Papua) belum diakui menjadi bagian dari Republik Indonesia.
Pergolakan masyarakat Amungme terus terjadi hingga January Agreement 1974 di mana Perjanjian yang dibuat lebih mengikuti keinginan PT Freeport dan tidak menggambarkan sedikitpun kemauan masyarakat suku Amungme. Masyarakat merasa tidak adil hingga pada 1977 ratusan warga suku Amunme melakukan aksi damai di Akimuga, kembali memprotes kehadiran perusahaan tambang raksasa ini yang mengambil alih tanah tanah adat milik mereka.
Sayangnya aksi damai ini disambut dengan berondongan peluru dan bom yang dilontarkan oleh pihak aparat keamanan. Diperkirakan puluhan warga suku Amungme tewas dan sehari kemudian mereka bertambah marah serta memotong pipa pipa yang berfungsi mengantarkan konsentrat tembaga dari millsite ke Amamapare(portsite).
Akimuga kembali dihujani bom. Kampung Waa dan Kwamki lama hancur. Rakyat lari ke hutan dan tinggal di sana untuk jangka panjang waktu yang lama sebelum berani kembali. Bahkan ada yang berjalan kaki sampai ke OK Tedi Papua New Guinea. Tuduhan yang paling gampang kepada masyarakat Amungme karena tanahnya dirampas adalah menuding mereka sebagai kaum pemberontak OPM.
Ironinya penderitaan yang dihadapi masyarakat suku Amungme dari 1967 sampai 1991 hingga bertepatan dengan saat pengucuran dana satu persen. Apakah mampu mengembalikan harga sebuah pengorbanan masyarakat Suku Amungme. Meskipun saat ini Tom Beanal sudah menduduki porsi penting sebagai komisaris di PT FII. Namun bukan berarti telah menyelesaikan pelanggaran HAM dan kesalahan masa lalu..
Jika membandingkan jenis jenis manfaat yang dilakukan oleh pemerintah Papua New Guinea terhadap masyarakat di sekitar lokasi tambang di sana sangat berguna dan bermartabat.
Adapun beberapa daftar yang dikutip dari pernyataan Dr Crist Balard dosen dari Australia Nasional University tentang jenis manfaat yaitu, kompensasi karena kerusakan tanah dan pohon, kompensasi dalam bentuk sewa tanah, dengan catatan bila mutu tanah telah menurun maka harganya harus lebih mahal, jatah dari royalty terus berubah.Hal ini bisa terlihat pada 1960 masyarakat Bogenville memperoleh royalty 5 % dari royalty tersebut dan 1989 masyarakat di tambang Porgera menerima 23 % royalty, pada 1994 masyarakat penambangan di Lihir memperoleh 50% dari royalty atau sama dengan satu persen dari total royalty. Walau demikian sebenarnya tidak semua operasi tambang di Papua New Guinea memberikan hasil yang baik tetapi ada pula yang tidak baik. Kasus tambang di Bouganville tidak melakukan konsultasi dengan masyarakat adat. Namun yang membedakan antara PT Freeport dan perusahaan tambang di PNG adalah staf senior orang asli PNG banyak yang menduduki posisi penting. Sedangkan di PT Freeport baru memiliki seorang vice Presiden Drs Demianus Dimara mantan Kepala Bapedalda Provinsi Papua yang baru saja menggantikan posisi Agust Kafiar mantan Rektor Uncen..

Menyimak pernyataan Gubernur yang mengibaratkan perusahaan tambang pertama di Papua sebagai sapi perah cukup menarik. Sebab untuk menghasilkan produksi susu yang baik seekor sapi harus memakan rumput berkualitas seperti rumput gajah dan juga meminum air bersih dan sehat. Belum lagi kotoran sapi berupah tailing dan air kencingnya yang dibuang melalui Kali Aykwa. Kalaupun tailing dimanfaatkan sebagai semen tetapi memerlukan banyak polimer untuk mengikat bahan sisa tambang atau pasir tailing.
Akibat kepentingan susu bagi sebuah sapi perah bernama Freeport maka tak heran kalau rumput rumput yang tumbuh di gunung Ertsbergpun dilahapnya. Hasilnya kini Gunung Ertsberg yang oleh orang Amungme disebut Yelsegel Ongopsegel, telah berubah menjadi sebuah lubang raksasa atau danau Wilson guna mengenang Forbes Wilson yang memimpin ekspedisi Ooost Borneo Maatschappy(OBM) dan Freeport Sulphur Company New York (FNSCNY) ke Erstberg-Crtensz pada 1960.
Sejak 1973 hingga 1987 atau hanya dalam waktu 14 tahun saja gunung Ertsberg sudah berubah menjadi sebuah lubang besar sedalam 200 meter dengan garis tengah sekitar 600 meter. Padahal sebelumnya gunung ini tingginya mencapai 130 meter.
Sebelum Ertsberg berakhir pada 1976 pihak PT Freeport telah menemukan endapan bijih tembaga di gunung Grasberg atau dalam bahasa Amungme disebut Tenogoma-Enagasin yang artinya gunung rumput. Selanjutnya pada 1978 mulailah dibangun prasarana bawah tanah di Gunung Grasberg dimulai ditambang dengan produksi 20.000 ton per hari. Mulai PT Freeport yang oleh Suebu disebut sapi perah itu secara perlahan dan pasti melahap rumput rumput di gunung Grasberg hingga ke dalam tanah yang sudah dibuat terowongan. Produksi tambang terus meningkat dibanding sepuluh tahun lalu, konsekwensinya adalah jumlah limbah pun berlipat ganda, tercatat jumlah tailing atau kotoran sapi perah per tahun sekitar 45 juta ton (PT FI 1998), 5 % berupa pasir halus (sedimentasi) yang tidak bisa mengendap ditanggul, terus terbawa aliran sungai Ajkwa sampai ke pantai Mimika. Bahkan sebelum tanggul dibagian Timur dibangun, tailing ini juga mengalir ke sungai Minajerwi.( baca Laporan Studi Molluska di kawasan muara dan pantai Mimika,Agustus 1999).
Dari total bijih yang diolah, hanya 3-4 % menjadi konsentrat yang mengandung emas, perak dan tembaganya, lainnya limbah yang disebut tailing. Tailing atau pasir sisa tambang (sirsat) dalam bentuk Lumpur (slurry) dibuang dari dataran tinggi melalui sungai Aghawagon,Otonoma, dan Ajkwa yang diendapkan didataran rendah Ajkwa. Akibatnya jelas terjadi perubahan habitat flora sub alpine, geoteknik, geokimia dan geomorfologi, termasuk juga perubahan flora terrestrial, biota akuatik, dan kualitas air.


Akibat buangan tailing yang melebihi daya dukung lingkungan jelas, alam pun mengalami perubahan. Perubahan ini bahkan terjadi jauh dari areal konsesi PT FI. Seperti yang pernah terjadi di Kampung Omawita beberapa tahun silam. Buangan tailing melebih daya dukung lingkungan menyebabkan perubahan warna mollusca di wilayah tersebut. Mollusca jenis siput dan kerang berubah warna menjadi bintik bintik hitam, dan rasanya pun sudah berubah warna, seperti diakui suku Kamoro dan Sempan yang berdiam di wilayah tersebut. Hal yang sama juga dikeluhkan oleh sepertiga penduduk kampung Kali Kopi dan penduduk kampung Omawita dan kampung Fanamo juga mencari mollusca di kawasan Ajkwa dan Minajerwi.
Bagi masyarakat suku Kamoro, tombelo(Bactronophorus thoracites dan Bakia orcutti) adalah sumber protein. Kedua jenis tombelo ini biasa dihidangkan sebagai makanan pembuka pada pesta pesta adat Karapao yang diselenggarakan suku Kamoro. Tambelo juga digunakan sebagai obat malaria, batuk, sakit pinggang, flu dan untuk meningkatkan nafsu makan. Khusus bagi ibu yang sedang menyusui, tombelo dapat memperlancar produksi Air Susu Ibu(ASI), dan bagi kaum lelaki tombelo sering digunakan sebagai obat untuk meningkatkan stamina kejantanannya.Banyak kegunaan tombelo bagi kehidupan sehari hari, menyebabkan masyarakat local mengeluh saat ini mollusca tidak mudah lagi ditemukan.Membedah akar persoalan kerusakan dan pencemaran pada hak ulayat masyarakat sub suku Nawaripi dan Tipuka menurut Prof Dr Karel Sesa dalam thesisnya berjudul Analisis Manfaat Ekonomo dan Dampak Lingkungan PT Freeport Indonesia Company Tembagapura Timika Kabupaten Mimika Provinsi Papua adalah hal yang terkait dengan tuntutan terhadap tata kehidupan manusia dan lingkungannya yang terusik oleh factor lain di luar kehendak masyarakat kedua sub suku tersebut. Persoalan kerusakan dan pencemaran lingkungan bukanlah kehendak mereka, tetapi juga bukan berkah pembuangan tailing hingga harapan untuk memperoleh kompensasi yang layak dari PT FI merupakan sesuatu yang tak mungkin. Sambil mengutip pepatah Prof Dr Karel Sesa MSi Dekan Fakultas Ekonomi itu menyebut,” seorang anak tak pernah meminta kepada orang tuanya untuk dilahirkan tetapi perbuatannya orang tuanya yang menyebabkan anak itu lahir ke bumi.” Tak heran kalau kenyataan yang dialami masyarakat pada sub suku Nawaripi dan Tipuka mau pun terjadi pada masyarakat Sempan di Kampung Omawita adalah bukan permintaan dan kehendak mereka tetapi merupakan bencana fisik(Physical Hazard) yang diproduksi oleh PT FI yang jelas membawa konsekwensi terhadap hilangnya masa depan penduduk ke empat sub suku tersebut.
PT FI terus menggenjot produksinya dari 240.000 ton bijih per hari yang terus meningkat menjadi 300.000 ton bijih per hari atau 300 K. Memang produksi yang meningkat memberikan keuntungan bagi perusahaan namun di sisi lain menghibahkan bencana(hazard) bagi penduduk local yang mendiami dataran rendah. Jika ditilik sebenarnya memberikan manfaat ekonomi tetapi di sisi lain masyarakat setempat mengalami kehancuran bagi masa depan mereka. Mereka kehilangan jati diri sebagai manusia sampan, sungai dan sagu di dataran rendah kabupaten Mimika.
Meski pihak perusahaan produksi tailing telah membuat program rekognisi atau resettlement sub suku Tipuka dari daerah pantai ke dataran tinggi atau menurut Karel Sesa telah terjadi lompatan budaya (leap cultural) dari rumah rumah panggung di atas air ke rumah permanent yang sekarang ditumbuhi rumput dan sarang semut.
Hal ini disebabkan dalam budaya suku Kamoro bisanya tinggal di pantai meramu serta mengumpulkan hasil hutan tinggal di Kapiri Rame merupakan tempat tinggal sementara untuk mencari tambelo,siput dan kerang (TSK) sesuai waktu yang ditentukan.
Terlepas dari pro dan kontra kehadiran perusahaan tambang raksasa yang berpusat di New Orleans Amerika Serikat ini, patut disimak bahwa tidak ada karyawan di PT Freeport yang bekerja selama 80 tahun masa hidup tambang. Saat ini tambang Grasberg baru berusia 20 tahun (1978-2008) tetapi masyarakat suku Amungme dan Kamoro serta masyarakat lainnya di sekitar tambang akan selalu ada di wilayah yang digunakan PT Freeport sekarang. Bagaimana nantinya kalau Freeport selesai beroperasi 2040 dan sudahkah pemerintah pemberi ijin dan perusahaan penerima ijin menyiapkan atau pun membuat dasar yang aman menyambut pasca tambang Grasberg di Bumi Amungsa.(Dominggus A Mampioper dari berbagai sumber)

Lagi! Divestasi Di Grassberg

JUBI - Kementrian Keuangan Norwegia melalui siaran persnya (No 43 Tahun 2008) yang dikeluarkan pada tanggal 9 September 2008 telah memutuskan untuk menghentikan kerjasama dengan Rio Tinto Company dalam penggunaan Dana Pensiun Pemerintah Norwegia.

Rio Tinto Company dianggap telah berkontribusi sangat besar dalam kerusakan lingkungan. Selain itu, perusahaan ini juga dianggap tidak menunjukkan indikasi untuk merubah dampak yang ditimbulkan dari praktek-praktek perusahaan tersebut atau langkah-langkah yang akan diambil untuk mengurangi kerusakan lingkungan dan kehidupan masyarakat setempat secara signifikan.
Dikeluarkannya perusahaan Rio Tinto dari kerjasama penggunaan dana pensiun pemerintah Norwegia (Divestasi) ini menunjukkan niat baik pemerintah Norwegia untuk tidak menerima resiko-resiko yang berkontribusi secara nyata terhadap tindakan-tindakan yang tidak etis. Dewan Etika Kementrian Keuangan Norwegia telah menyimpulkan bahwa Rio Tinto secara langsung terlibat melalui partisipasinya di tambang Grassberg di Indonesia, ikut mengakibatkan kerusakan lingkungan yang sangat hebat yang disebabkan oleh aktivitas pertambangan. Dana Pensiun Pemerintah Norwegia tidak bisa diberikan kepada perusahaan seperti itu, tegas Kristin Halvorsen, Menteri Keuangan Norwegia.
Rekomendasi dari Dewan Etika Pemerintah Norwegia ini merupakan bagian penting yang didasarkan pada rekomendasi dewan sebelumnya yang berkaitan dengan Freeport dan assessment yang dilakukan dewan terhadap dampak lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas pertambangan. Rio Tinto dianggap berkontribusi secara material terhadap operasi Freeport di Grasberg. Pertambangan di Grasberg melepaskan tailing dengan jumlah yang sangat besar secara langsung ke sungai-sungai yang mencapai 230.000 ton atau lebih setiap harinya. Walaupun jumlah ini masih dalam batas toleransi Amdal pemerintah Indonesia (200.000 – 250.000 Ton) namun kerusakan lingkungan yang diakibatkan sangat besar, terutama bagi sungai-sungai di Mimika. Jumlah tailing yang dilepaskan ini diperkirakan akan terus meningkat seiring expansi yang dilakukan pertambangan. Lebih dari itu, resiko tinggi lainnya juga ditimbulkan oleh pengaliran “acid rock” melalui saluran pembuangan perusahaan dan pembuangan tailing yang bisa menyebabkan air terkontaminasi.
Dalam rekomendasi yang dikeluarkan oleh Dewan Etika Pemerintah Norwegia, tanggal 15 Februari 2008 disebutkan bahwa investasi dana pensiun Norwegia di Rio Tinto Company telah ikut menyebabkan kerusakan lingkungan di sekitar Grassberg. Dewan Etika menegaskan bahwa kerusakan yang terjadi sangat signifikan dan berdampak permanen atau jangka panjang. Kerusakan yang terjadi juga akan memberikan konsekuensi negative terhadap kehidupan dan kesehatan masyarakat setempat. Selain itu, kerusakan yang diakibatkan oleh produksi tambang di Grassberg merupakan pelanggaran terhadap peraturan nasional dan standard internasional. Dengan demikian, perusahaan bersangkutan telah mengabaikan keharusan mencegah kerusakan lingkungan serta gagal melaksanakan langkah-langkah untuk memperbaiki kerusakan yang diakibatkan. Dewan ini pada akhirnya berkesimpulan bahwa sangat mungkin praktek ini terus berlanjut.1
Rio Tinto Grup adalah perusahaan tambang internasional yang merupakan partner Freeport McMoran Copper & Gold Inc di tambang Grasberg. Tahun 1995, Rio Tinto bersama Freeport menandatangai MoU untuk melakukan ekspansi di Grassberg. Dalam MoU tersebut disebutkan bahwa Rio Tinto akan mendanai expansi pertambangan dan proyek eksplorasi selanjutnya. Melalui proyek-proyek ini, Rio Tinto akan menerima 40 persen dari pendapatan saat produksi ditingkatkan dari 80.000 ton sehari menjadi 118.000 ton sehari. Rio Tinto membayar hingga US$ 184 juta untuk expansi ini dari total US$ 500 juta yang diinvestasikan di Freeport.
Bagi pemerintah Norwegia, divestasi Rio Tinto Company ini merupakan bagian penting dari sosial/socially responsible investment (SRI) Norwegia. SRI ini mencakup pemeriksaan ‘extra-financial consideration’ (pertimbangan selain dari pertimbangan ekonomi) dari investasi seperti dampak dari operasi perusahaan terhadap lingkungan dan hak-hak pekerja. Keputusan dari Dewan Etika dana investasi Norwegia telah melahirkan preseden yang nyata bagi para pengambil keputusan dalam SRI, dan telah didibahas dalam konteks dana pensiun di Kanada, Perancis dan Selandia Baru.
J.D. Harden dari Kongres Buruh Kanada menulis bahwa Dewan Pengurus Investasi Dana Pensiun Kanada (Canadian Pension Plan Investment) harus mempertimbangkan keputusan yang diambil Norwegia untuk menarik investasi dari Freeport sebagai cermin terhadap investasi pertambangan Kanada sendiri, sebab “Kanada juga merupakan tempat dimana perusahaan-perusahaan pertambangan mengerahkan modal untuk operasi mereka dalam yurisdiksi internasional, banyak yang memiliki catatan buruk atas pemenuhan hak-hak pekerja dan kerusakan lingkungan.2

Divestasi di Grassberg
Freeport sendiri telah dikeluarkan dari investasi dana pensiun (Divestasi) ini diseluruh dunia sejak tahun 2006 atas rekomendasi dewan etika Pemerintah Norwegia. Pemerintah Norwegia beranggapan bahwa meneruskan investasi di perusahaan ini sama saja dengan berkontribusi terhadap kerusakan lingkungan. Divestasi yang dilakukan Freeport McMoRan diumumkan di Oslo oleh Menteri Keuangan Norwegia Kristin Halvorsen pada tanggal 6 Juni 2006, yang menyatakan keputusan menteri untuk menjual saham dan obligasi senilai 116 juta NOK didasarkan atas hasil penyelidikan Dewan Etika dana pensiun.
Saat itu, menteri keuangan Norwegia menjelaskan, “Freeport menggunakan sistem pembuangan ke sungai alam untuk membuang hampir 230.000 ton tailing setiap harinya, yang berarti telah membuang sejumlah besar sedimen dan logam berat ke sungai.” Selanjutnya Ia menyatakan bahwa Dewan Etika menemukan bahwa “Pembuangan tailing ke sungai telah mengakibatkan kerusakan serius pada sistem sungai serta bagian-bagian sekitar sungai di hutan hujan dan dipercaya berakibat negatif bagi masyarakat adat yang bertempat tinggal di daerah itu.3
Pihak Indonesia sendiri, melalui Kementrian ESDM pada bulan Agustus tahun lalu telah meminta PT. Freeport untuk menurunkan produksi di Grassberg untuk memperbaiki kondisi lingkungan di sekitar tambang tersebut. Seperti dikatakan Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro, penurunan produksi tersebut merupakan rekomendasi hasil audit yang dilakukan pemerintah terhadap aktivitas tambang Freeport.4
“Kami minta produksi Freeport diturunkan dari 300.000 ton bijih per hari menjadi 200.000-250.000 ton per hari,” kata Purnomo saat itu. Purnomo menyebutkan bahwa jika Freeport tetap berproduksi dalam jumlah cukup besar seperti sekarang ini, maka dampak terhadap lingkungannya juga akan kian negatif. Purnomo juga menegaskan hasil audit yang dilakukan merekomendasikan agar pabrik pengolahan (smelter) hasil tambang Freeport di PT Smelting Company di Gresik ditingkatkan kapasitas produksinya sebesar 10%. Menurut Purnomo, pihak smelter di Gresik menyatakan mampu meningkatkan kapasitas produksinya hingga 10%.
Menyangkut divestasi 9,36% saham Freeport, Purnomo menjelaskan, saat ini masih dalam proses penawaran ke Pemerintah Daerah Papua. “Belum ada jawaban (dari Pemda Papua),” katanya saat itu.
Saat ini, komposisi pemegang saham Freeport adalah 9,36% dimiliki pemerintah dan 90,64% dikuasai Freeport McMoran Copper & Gold Inc. Pada 2006, volume produksi bijih mineral Freeport naik menjadi 230.000 ton per hari dari tahun 2005 yang 215.000 ton per hari. Dari produksi bijih itu hanya tiga persen yang berupa konsentrat, sedang 97% lainnya limbah (tailing). Dalam bijih tersebut terkandung satu persen tembaga, satu gram/ton emas dan 2-3 gram/ton perak. Sementara, kandungan konsentratnya adalah 30% tembaga, 30 gram/ton emas dan 60-90 gram/ton perak.
Produksi konsentrat Freeport itu sebanyak 29% diolah Smelting Company dan sisanya diekspor ke sejumlah negara. Adapun setoran pajak, royalti, dividen, dan iuran Freeport tahun 2005 ke negara tercatat mencapai US$1,2 miliar atau senilai Rp11 triliun. Sedangkan antara 1992-2004 yang sama dibayarkan Freeport ke negara mencapai US$3,9 miliar atau senilai Rp12,5 triliun.
Freeport memperoleh konsesi pertambangan sejak 1967 dan 1991 telah diperpanjang untuk 30 tahun ke depan. Perusahaan itu masih memiliki opsi perpanjangan dua kali 10 tahun. Apabila perpanjangan itu didapat seluruhnya, maka konsesi pertambangan Freeport baru berakhir 2041
Sementara menyangkut audit lingkungan, Menteri ESDM menjelaskan, ada dua lokasi yang tidak memenuhi standar lingkungan yang baik berdasarkan hasil audit itu. Laboratorium IPB saat itu diminta untuk melakukan studi yang hasilnya akan digunakan untuk memperbaiki dua lingkungan tersebut. Audit Freeport terdiri dari lima hal, yaitu produksi, pengembangan masyarakat (community development/CD), pendapatan, lingkungan, dan keamanan.5
Dari hasil penilaian kinerja Pengelolaan Lingkungan PT. Freeport Indonesia yang dilakukan oleh Kementrian Lingkungan Hidup Indonesia tahun 2005-2006 juga menyebutkan bahwa produksi tailing perusahaan ini di Outlet ModADA Pandan Lima dan Kelapa Lima tidak memenuhi...... standard untuk parameter TSS serta belum memiliki izin pembuangan limbah. Namun perusahaan ini juga telah memanfaatkan tailing untuk badan jalan dan jembatan. Begitu juga dengan pengolahan limbah B3 yang berasal dari pengolahan bijih, workshop, laboratorium, rumah sakit dan bahan kimia kadaluarsa telah memenuhi peraturan pemerintah tentang pengolahan limbah B3.6
Hasil penilaian kinerja ini juga menyebutkan bahwa hasil pemantauan di PLTU Puncak Jaya Power yang merupakan pemasok utama energi untuk PT. FI menunjukkan bahwa emisi yang dilepaskan tidak memenuhi standard untuk parameter SO2. Fly Ash dan Bottom Ash dibuang langsung ke lingkungan (Open Dumping) sehingga melanggar peraturan pemerintah. Sedangkan pemantauan pengendalian terhadap pencemaran udara yang dilakukan di 6 titik (3 cerobong di Dewatering Plant, Incenerator Limbah Medis, Lime Plant, Gold Fire Assay) menunjukkan bahwa seluruh emisi yang dilepaskan telah memenuhi standard sesuai Kepmen 13/1995 dan Kepdal 03/1995.
Berdasarkan penilaian kinerja ini KLH bersama dengan pemerintah Provinsi Papua dan Kabupaten Mimika sedang melakukan langkah koordinasi untuk menetapkan titik penaatan dalam rangka pengawasan yang lebih ketat dalam pengolaan air asam tambang. Disebutkan dalam penilaian kinerja ini, pengelolaanair asamtambang belum memenuhi ketentuan KepMenNo. 202/2004, yakni Titik penaatan belum ditetapkan dan belum memiliki ijin pembuangan air limbah
PT. FI juga harus meminimalkan jumlah tailing yang masuk ke estuari dengan menerapkan teknologi yang memungkinkan pengendapan tailing yang lebih efisien di ModADA serta melengkapi izin penempatan tailing. Selain itu, PT. FI harus melakukan upaya agar tailing yang keluar dari ModADA ke estuari hanya melalui titik penaatan. PT. FI juga diminta agar segera memanfaatkan tailing semaksimal mungkin antara lain untuk bahan-bahan konstruksi. (Victor Mambor)

(Footnotes)
1 Council on Ethics, The Government Pension Fund
– Global. Recommendation of 15 Februari 2008 to The Ministry of Finance
2
“P&I/Watson Wyatt World’s 300 Largest Retirement Plans”, Pensions and Investments (26 Desember, 2005) dalam J.D. Harden, The Art Of The Possible: Socially Responsible Investment And State Pension Plans, Department of Social and Economic Policy, Canadian Labour Congress (Juni 2006).
3
Menteri Keuangan, Norwegia, Two companies - Wal-Mart and Freeport - are being excluded from the Norwegian Government Pension Fund - Global’s investment universe, Konferensi Pers, 6 Jun 2006
4 Antara. 10 Agustus 2007.
Pemerintah Minta Freeport Turunkan Produksi
5 Penilaian Kinerja Pengelolaan Lingkungan PT. Freeport Indonesia 2005-2006. KLH

Jumat, 15 Agustus 2008

Menyimak Pasca Tambang Grasberg PT Freeport

Dominggus A. Mampioper - 15 Aug 2008
Saat ini perusahaan PT Freeport mulai mengapalkan 4000 ton tailing yang oleh media lokal di Papua disebut sirsat atau pasir sisa tambang menjadi bahan baku pembangunan jalan di Kabupaten Merauke. Studi yang dilakukan LAPI ITB untuk memanfaatkan tailing sejak tahun 2000 lalu kini mulai digunakan sebagai bahan baku semen. Walau demikian untuk mengikat sebuah tailing sudah jelas membutuhkan banyak polimer-polimer untuk membantu sebuah semen eks tailing (sirsat).
Lalu timbul pertanyaan apakah tailing itu sudah bebas dari limbah logam berat? Pengalaman warga di Kampung Omawita di luar areal konsesi PT Freeport menyingkapkan bahwa warna tambelo sejenis ulat kayu bakau sudah berubah warna kehitam-hitaman karena logam tembaga (Cu) dan rasanya sudah tak seenak dulu.
Kepada penulis, mantan Vice President Environmental, Dr Bruce Marsh pernah menuturkan bahwa jangan khawatirkan pasca tambang karena sudah menyiapkan semua rencana setelah Grasberg berakhir. Apalagi yang namanya ghost town, tidak akan ada di lokasi bekas tambang di sana .
Walau demikian peneliti dari Universitas Negeri Papua (UNIPA) Manokwari, Ir Musa Sombuk, Msc. mengatakan, kalau mau berbicara tentang pasca tambang memang masih lama sekitar 2039, tetapi indikasi perbaikan ke arah itu bisa dilihat dari kegiatan sepuluh tahun terakhir.
“Saya melihat selama sepuluh tahun terakhir ini belum ada landasan yang kuat pasca tambang,” tegas mahasiswa program doktor Universitas Nasional Australia itu, saat berdiskusi dengan penulis di Jayapura 4 Juli lalu.
Menyinggung soal sirsat atau tailing, menurut Sombuk perlu mengkaji lebih dalam, apakah semen tailing bebas dari logam berat (B3) atau tidak meskipun telah dicampur dengan polimer. “Sedang kata sirsat hanyalah permainan public relation untuk memperhalus kata tailing yang dianggap tabu bagi mereka,” ujar Sombuk.
Bagaimana dengan sedimentasi tailing yang telah berlangsung bertahun-tahun di kawasan bumi Suku Kamoro. Rupanya mata rantai makanan di daerah Omawita, Kaugapu dan sepanjang Kali Ajkwa terputus akibat sedimentasi tailing. Persoalannya sekarang mampukah semua pihak terutama pemerintah pemberi hak eksplorasi dan penerima mandat untuk menambang PT FI memperbaiki kembali mata rantai makanan yang telah terputus itu?
Ironis memang, investasi yang tadinya bisa membawa kesejahteraan masyarakat terpaksa harus memakan banyak korban. Mulai dari tuduhan separatis karena merasa hak-hak mereka dirampas hingga mendulang emas karena tuntutan ekonomi dan perubahan sosial budaya.
Kemilau emas dan tambang ternyata tidak mereka nikmati dan hanya mencari remah-remah emas di seputar sisa tailing di ketinggian ribuan meter. Mereka menahan dinginnya ketinggian dan air keruh Kali Ajkwa.
Penggalian Terus Berlangsung
Sementara itu operasi Grasberg saat ini masih terus berlangsung dan penggalian terus dilakukan. Produksi berasal dari penambangan terbuka di Grasberg dan penambangan bawah tanah di wilayah timur tambang terbuka Ertsberg yaitu di Intermediate Ore Zone (IOZ) dan Deep Ore Zone(DOZ).
Limbah di sekitar lubang tambang terbuka di lembah Cartenzst, Grasberg Barat dan Lembah Wanagong. Seluruh proses penambangan hingga pemisahaan logam-logam yang bernilai ekonomi, menghasilkan timbunan batuan limbah (overburden). Produksi bijih tambang PT Freeport Indonesia saat ini meningkat terus hingga lima kali lipat dibanding sepuluh tahun lalu. Konsekuensinya jumlah limbah pun berlipat ganda. Tercatat jumlah tailing (sisa buangan tambang) per tahun sekitar 45 juta ton (PT FI 1998), lima persen (5 %) berupa pasir halus yang tidak mengendap di tanggul, terus terbawa aliran Sungai Ajkwa sampai ke Pantai Mimika. Bahkan sebelum tanggul di bagian Timur dibangun, tailing ini juga mengalir ke Sungai Minajerwi. (laporan Studi Mollusca di Kawasan Muara Sungai dan Pantai Mimika, Agustus 1999). Dari total bijih yang diolah hanya 3-4 % menjadi konsentrat yang mengandung emas, perak dan tembaga, lainnya limbah yang disebut tailing. Tailing dalam bentuk lumpur (slurry) dibuang dari dataran tinggi melalui sungai Aghawagon, Otonoma, dan Ajkwa dan diendapkan di dataran rendah Ajkwa. Akibatnya terjadi perubahan pada habitat flora sub alpine, geoteknik, geokimia dan geomorfologi, termasuk flora teresterial, biota akuatik, dan kualitas air.
General Superintendent Mine Surface Enginering PT FI, Dani Hamdani mengatakan, pertambangan sangat ditentukan sejauhmana informasi didapatkan dari alam itu sendiri, sehingga dalam menentukan sesuatu hal pada dua tahun lalu pihaknya telah merencanakan bahwa operasi Grasberg akan selesai 2013 mendatang.
"Hanya saja dalam perkembangannya, dari group geologi dan geotek telah menemukan suatu informasi baru bahwa akhirnya umur dari tambang berobah menjadi 2015," ujar Dani Hamdani kepada wartawan di Jayapura saat memberikan materi pada acara Seminar dan Kuliah Umum di Kampus Universitas Sains dan Teknologi Jayapura (USTJ), Jumat , 22 Februari 2008 lalu. Ditambahkan pihaknya telah dinyatakan mampu, baik dalam perencanaan tambang maupun sampai kepada opearasi sehari-hari. Saat ini sedang dilakukan pengeboran-pengeboran di Grasberg under ground mining termasuk mine plainer.
Kaya Deposit
Forbes Wilson dalam bukunya berjudul The Conquest of Copper Mountain lebih banyak menulis tentang perjuangan dan cara menaklukan Gunung Ertsberg. Bagi Wilson, Ertsberg bukan hanya sebuah gunung tapi keseluruhan kondisi geologis yang terkandung di wilayah Nemangkawi (sebutan Cartensz bagi orang Amungme). Wilson tertarik dengan Ertsberg karena merupakan singkapan permukaan dari endapan bijih tembaga yang lebih besar terkandung di dalam tanah. Orang Amungme menyebut Ertsberg yaitu Yelsegel Ongopsegel yang berarti gunung berkilat menyerupai bulu burung Cenderawasih Hitam (Barotia civilata). "Karena itu tak heran kalau mereka percaya bahwa tempat itu sangat keramat dan sakral," tegas Arnold Mampioper dalam buku Amungme Manusia Utama dari Nemangkawi Pegunungan Cartensz. Kini Yelsegel Ongopsegel sudah tak berkilau lagi dan ditutup tahun 1988. Bahkan bekas galiannya sudah berubah menjadi sebuah lubang raksasa penampung air hujan. Untuk mengenang Forbes Wilson kubangan air itu dinamakan Danau Wilson. Sedangkan Grasberg dalam bahasa Amungme disebut Tenogoma atau Emagasin karena banyak ditumbuhi rumput. Selanjutnya George A Maley dalam bukunya berjudul Grasberg menjelaskan bahwa Grasberg mengandung deposit sebesar 1,76 miliar ton batuan bijih dengan kadar rata-rata 1,11 persen tembaga atau sama dengan 35,2 milyar pon logam tembaga murni.
"Kandungan emasnya juga sangat tinggi yaitu sebanyak 49 juta try ons, sama dengan separuh jumlah seluruh emas yang diperoleh dari California selama demam emas dulu. Anehnya, deposit yang luar biasa besar ini terletak hanya tiga kilometer dari Ertsberg. Baru dibor 15 tahun setelah tambang disebelahnya dikerjakan" tutur Mealey. Lalu seberapa lamakah penambangan Grasberg berproduksi? Menurut perhitungan George A. Mealey jika dengan tingkat produksi sekitar 150 ton per hari per pegawai diperlukan waktu 45 tahun untuk menambang cadangan terbukti dan terkira. Saat ini produksi Grasberg sudah berjalan selama 15 tahun. Berarti tinggal 30 tahun lagi tambang Grasberg digali dan diledakan. Waktu 30 tahun bisa saja berlalu dalam hitungan detik, karena kita terlalu asyik menambang. Apalagi Pemerintah Indonesia dalam dokumen AMDAL telah menyetujui kenaikan tingkat produksi sampai 300 ribu ton per hari.
Penggalian dan peledakan terus dilakukan tiada henti. Grasberg juga pernah memakan korban jiwa. Beberapa pekerja tewas dan diduga tertimbun longsoran di open pit mining Grasberg. Sebuah kecelakaan bisa juga terjadi pada sebuah perusahaan raksasa yang pernah meraih penghargaan Zero Accident.
Mealey menuturkan pengalamannya bahwa selama ia bekerja di dunia pertambangan baru kali ini menemukan cara baru menentang kekuatan alam yaitu dengan memotong ayam hitam lalu menyemburkan darahnya di sekitar lokasi kerja. Hasilnya tidak sia-sia, pekerjaan mulus dan tanpa hambatan. Bahkan dia mengusulkan teknik ini perlu diterbitkan dalam buku saku penambangan.
Longsor di Area Tambang
Salah siapa kalau mereka ikut mendulang berdampingan dengan perusahaan tambang terbesar di bumi Amungsa? Meski pemerintah kabupaten sudah memberikan beberapa pelarangan tanpa mengeluarkan perda tapi daya tarik logam mulia ini selalu menggiurkan. Bayangkan bisa menghasilkan berjuta-juta rupiah dalam hitungan minggu saja.
Meski telah berkali-kali terkena longsor dan memakan korban tetapi proyek pendulangan jalan terus. Bukankah serpihan kilauan emas sangat menjanjikan bagi mereka. Pasar sudah tersedia di Kota Timika, Ibukota Kabupaten Mimika untuk membeli satu gram emas bahkan bisa lebih dari itu.
Bukan hanya para pendulang saja yang terkena bencana dan korban longsoran. Oktober 2004 lalu di lokasi tambang Grasberg, tepat pukul 05.30 pagi WP terdengar suara gemuruh dari atas melungsur batuan tanah, dan lumpur menerjang dengan ganasnya. Dalam sekejap 13 anggota opeartion crew IV terbenam dalam 2,3 juta meter kubik materi longsor. Salah seorang sopir, Fredrik Rumere lolos dari terjangan maut.
Ia berhasil selamat sedangkan empat temannya sampai saat ini hilang ditelan material dan belum ditemukan. Bau mayat yang menyengat hidung mulai menyambar di sekitar lokasi kejadian dari timbunan tersebut.
Longsor terjadi di bagian selatan area tambang terbuka Grasberg. Longsoran itu terjadi pada lokasi pertemuan batuan poker chip di zona lemah dan batuan instrusif dengan ketinggian 3.800 sampai 4000 kaki di atas permukaan laut. Lokasi tambang Grasberg terletak pada ketinggian 4200 meter sedangkan puncaknya mencapai 4.209 meter.
Kondisi kerja di Grasberg barangkali yang paling terberat di dunia tulis George A Mealey dalam bukunya berjudul Grasberg, sebab hujan dan kabut selalu datang setiap hari menciptakan kondisi rawan bagi keselamatan. Selain itu menelan biaya besar untuk pemeliharaan alat. Sebagai contoh dapat dikemukakan bahwa pemeliharaan jalan di Grasberg menelan biaya tiga kali lipat jika dibandingkan di tempat lain.
“Pada dasarnya tambang tidak pernah tutup, tetapi kabut tebal sangat membatasi jarak pandang, sehingga bagian tertentu dari tambang harus dihentikan operasinya selama 25 menit setiap harinya, yang berarti memperbesar biaya operasi,” tegas George Mealey.
Aktivitas penambangan PT Freeport di Tanah Papua dimulai sejak 19 April 1967 secara resmi membuka sayapnya di Irian Barat. Dua tahun sebelum pelaksanaan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) 1969 dilakukan, perusahaan raksasa milik Amerika Serikat sudah menancapkan kukunya di tanah orang Papua. Kemudian 1973 Presiden Soeharto meresmikan penambangan perdana tambang tembaga di Gunung Ertsberg. Lubang bekas tambang Ertsberg kini menjadi Danau Wilson , sebagai penghormatan kepada Forbes Wilson, pemimpin ekspedisi Freeport 1960 saat Belanda masih bercokol di tanah Papua.
Kini Danau Wilson berfungsi sebagai persediaan air untuk operasi pabrik pengolahan serta membangkitkan tenaga listrik dengan kapasitas 2,5 megawatt. “Oleh karena itu perlu diusahakan agar lubang tambang Grasberg tidak terisi air pada saat yang terlalu dini, sehingga penirisan harus tetap dilakukan dengan baik,” tegas George A Mealey.