Jumat, 25 Juli 2008

Longsor di Tambang Emas, Bukti Kerusakan Lingkungan Akibat Tambang

Ani Purwati - 12 May 2008

Longsor yang terjadi di sekitar areal tambang emas PT Freeport Indonesia di Mimika, Provinsi Papua, Senin (5/5) malam tak semata-mata karena kawasan tersebut terjal ataupun karena timpaan hujan deras. Tetapi ini bukti bahwa daya dukung kawasan tersebut tak mampu menanggung beban kerusakan lingkungan karena penambangan PT FI. Demikian siaran pers Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) yang diterima beritabumi.or.id pada Jumat (9/5).

Dalam siaran persnya, Jatam menyampaikan bahwa longsor di kawasan tambang emas yang mengorbankan sekitar 20 pendulang emas tradisional di kawasan itu tidak hanya sekali ini.
Tercatat longsor di kawasan Freeport terjadi pada 2000, tiga kali pada 2003 dan paling akhir 2006.

Bencana longsor hanya salah satu bagian masalah di tambang ini. Banyak lagi masalah seputar tambang ini. Menurut Jatam, saat ini limbah tailing PT FI setidaknya sudah mencapai 1,187 milyar ton. Tailing ini dibuang ke sungai Aghawagon, Otomona, dan Ajkwa, yang tiga tahun lalu telah merusak sekitar 2100 ha hingga 6300 ha hutan bakau. Tak hanya itu, ada 11 ribu ha wilayah estuari tercemar, juga 20 – 40 km bentang sungai Ajkwa tercemar tailing dan 13.300 ribu lahan subur terkubur.

Pada 26 Maret 2006, Menteri Lingkungan Hidup mengumumkan PT FI tidak memiliki ijin pembuangan air limbah. Limbah tailing di outlet ModADA Pandan Lima dan Kelapa Lima tidak memenuhi standar parameter padatan terlarut (TSS) dan tidak memiliki ijin pembuangan limbah Bahan Beracun dan Berbahaya.

Sementara PLTU Puncak Jaya menghasilkan emisi tidak memenuhi standar untuk parameter SO2 serta pelanggaran Peraturan Pemerintah karena terjadinya pembuangan langsung fly ash dan bottom ash. Meski jelas melanggar UU Lingkungan Hidup, Jatam menyayangkan pemerintahan SBY tidak bertindak apapun.

Merugi

Jatam juga menyebutkan, negara banyak merugi karena tambang ini. Hasil tambang banyak diekspor dalam bentuk bahan mentah. Hanya 29% total konsentrat PT FI diolah di dalam negeri, sisanya di kirim ke sembilan negara.

Badan Pemeriksa Keuangan juga menemukan barang tambang ikutan berupa belerang, yang tidak diperhitungkan dalam Kontrak Karya. Negara kehilangan potensi penerimaan minimal sebesar US 14,4 juta. Tak hanya itu, Freeport Indonesia kurang membayar royalti untuk 2003 dan 2004 sebesar US 369.490. Penjualan konsentrat dari Freeport ke Glencore AG pada 2004 di bawah harga pasar, ini menghilangkan potensi penerimaan pajak penghasilan sebesar US 5,91 juta.

PT FI menguasai deposit emas terbesar dan tembaga ketiga terbesar didunia - Etzberg dan Grasberg. Cadangan emas Grasberg sekitar 4,6 milyar gram. Tapi Mengapa Papua, yang populasinya tak sampai 1% penduduk Jawa barat ini, Index Pembangunan manusianya – di antaranya dilihat dari tingginya kematian balita dan ibu hamil, ada di urutan 29 dari 33 propinsi. Mengapa pula masih banyak pendulang yang mengais emas dari limbah PT FI?

Pendulangan Tailing

Laporan Elsham dan Yamahak, menyebutkan kegiatan dulang di tailing Freeport dimulai 1999 hingga 2000. Lokasi pendulangan sepanjang mill 70 hingga daerah modADA. Pada mile 72, mile 50, dan mile 32. Penambang bisa mendapatkan 1 hingga 10 gram emas setiap harinya.

Warga harus menambang pada kondisi wilayah yang berbahaya, juga risiko dirazia dan bentrok dengan tim task force (TF) Freeport yang menertibkan penambang. Pendulangan ini juga menjadi lahan bisnis aparat keamanan TNI AD dan Polri. Setiap penduduk yang ingin menambang bisa dikenai Rp 300 ribu hingga Rp. 3 juta untuk biaya transportasi kepada aparat keamanan.

Sekitar tambang ini juga sarat terjadinya pelanggaran HAM. Ini terkait dengan pembiayaan PT FI terhadap militer. Freeport membayar sejumlah Rp 62 Milyar pada tahun 2004, lalu Rp 53 Milyar tahun 2003, dan Rp 50,4 Milyar pada tahun 2002 kepada pihak keamanan resmi pemerintah Indonesia (TNI).

Dengan fakta tersebut Jatam mendesak agar pemerintah dan DPR melakukan kaji ulang dan konsultasi dengan rakyat Papua tentang nasib tambang ini di masa depan

Tidak ada komentar: